Pertemuan Presiden dengan FIFA

FIFA adalah penguasa tunggal atas panggung sepakbola dunia, bahkan bisa menjatuhkan sanksi terhadap federasi sepakbola di satu negara karena mengingkari statuta yang menjadi rule of game. Ini pernah dialami oleh beberapa negara seperti Meksiko dan Brunei Darussalam. Kini situasi itu terjadi dan dialami oleh Indonesia.

Tetapi, dalam satu negara, tetaplah kekuasaan tertinggi ada digenggaman pemerintah setempat, tak terkecuali olahraga. Meeting duta FIFA dengan Presiden RI di Istana Negara pada 2 November 2015, adalah upaya untuk menemukan solusi atas situasi sepakbola Indonesia.

FIFA harus pula memahami dan mengetahui persoalan apa yang selama ini terjadi di sepakbola kita, dan mengapa pembekuan PSSI oleh pemerintah terjadi. Pembekuan adalah akumulasi dari sebuah proses atas situasi yang terjadi.

FIFA dengan keanggotaan lebih dari 200 negara, jelas bukan sebuah persoalan mudah untuk mengetahui detail tentang kualitas sebuah federasi. Apalagi selama ini internal FIFA pun terindikasi skandal korupsi. Masih ingat ketika beberapa tahun lalu, kisruh karena krisis kepemimpinan PSSI, dan jelas itu mengingkari statuta, tetapi ketika itu FIFA tetap ‘membiarkannya’.

Benar bahwa banyak pelaku sepakbola dirugikan dengan pembekuan PSSI. Tetapi pada sisi lain, berjuta rakyat Indonesia pun memiliki hak untuk bisa menikmati sepakbola yang berprestasi. Bukan sekadar bergulirnya rutinitas kompetisi, tetapi tak juga menuai prestasi membanggakan.

Dengan sejarah sepakbola kita dan kuantitas populasi bangsa Indonesia, jelas prestasi sepakbola kita selama ini belum sebanding. Dipicu oleh situasi yang terjadi di PSSI, dalam prosesnya pemerintah mengambil langkah untuk ‘mengkudeta’ PSSI, yang merupakan kebijakan tidak populer bagi FIFA. Publik mungkin tidak menginginkan pembekuan yang berbuah sanksi FIFA. Tetapi publik jelas lebih tidak menginginkan sepakbola tanpa prestasi.

Tentu, situasi ini tidak boleh berketerusan, karena tidak kondusif bagi sepakbola Indonesia. Kita berharap, selekasnya persepakbolaan kita kembali normal. Tentu PSSI yang qnew born, lebih baik dalam banyak hal dalam tata kelola. Sehingga sepakbola tidak sekadar membahagiakan pelaku langsung sepakbola. Tetapi juga, bagaimana PSSI memberi kenikmatan prestasi sepakbola kepada rakyat Indonesia, sudahkah?

Tinggalkan komentar